Khamr Tidak Dilarang, Hanya Diatur
Perpres itu menegaskan bahwa khamr pada dasarnya
tidak dilarang. Hanya, produksi dan peredaran/penjualan khamr diatur dan
diawasi. Pasal 3 ayat 3: “Pengawasan
sebagaimana dimaksud meliputi pengawasan terhadap pengadaan minuman beralkohol
dari produksi dalam negeri atau asal impor serta peredaran dan penjualannya.”
Perpres itu membagi minuman beralkohol (mihol) dalam
tiga golongan. Golongan A, mihol dengan kadar etanol sampai 5%. Golongan B, mihol dengan kadar etanol 5 - 20 %. Dan golongan C, mihol dengan kadar etanol 20 - 55 %.
Menurut
Pepres ini, mihol hanya boleh diproduksi oleh pelaku usaha yang telah memiliki
izin usaha industri dari Menteri Perindustrian; atau diimpor oleh pelaku usaha
yang memiliki izin impor dari Menteri Perdagangan. Peredararan mihol hanya dapat dilakukan setelah memiliki izin dari
Kepala BPOM
Kemenkes. Dan dari Pasal 4 ayat 4,
mihol hanya dapat diperdagangankan
oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin memperdagangkan Minuman Beralkohol
dari Menteri Perdagangan.
Pasal
7, mihol golongan A, B, dan C hanya dapat dijual di: a.
Hotel, Bar, dan Restoran
yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang
kepariwisataan; b. Toko bebas bea; dan c. Tempat tertentu yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota dan Gubernur untuk DKI Jakarta.
Di luar tempat-tempat tersebut, mihol golongan A juga dapat
dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan. Perpres ini juga memberikan wewenang kepada
Bupati/Walikota dan Gubernur untuk DKI Jakarta
menetapkan pembatasan peredaran mihol
dengan mempertimbangkan karakteristik daerah dan budaya lokal.
Jadi Perpres itu jelas melegalkan mihol (khamr). Menurut
Perpres itu, khamr legal untuk diproduksi dan diimpor, asal mendapat izin.
Khamr juga legal untuk dijual ditempat tertentu asal ada izin. Bahkan khamr
golongan A boleh dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan, seperti dalam
botol, kaleng, kemasan pack, dan sebagainya.
Bukan Demi Kemaslahatan Umat
Dengan otonomi daerah banyak daerah membuat perda anti
miras. Banyak diantaranya lalu disebut perda syariah anti miras.
Namun perda-perda itu dipersoalkan oleh Kemendagri
karena dianggap menyalahi Kepres No. 3/1997.
Kepres itu tidak melarang miras (khamr) tetapi hanya mengatur pembatasan miras
(khamr).
Kepres No. 3/1997 itu pun digugat ke Mahkamah Agung.
Pada tanggal 18 Juni 2013, MA melalui putusan MA Nomor 42P/HUM/2012 menyatakan Kepres No. 3/1997 itu sebagai
tidak sah, dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Maka dibuatlah Perpres No. 74/2013 untuk
menggantikan Kepres tersebut. Jika dilihat isinya masih sama, hanya sedikit
perubahan dan tambahan.
Jika Kepres No. 3/1997 dipakai untuk mempersoalkan
perda-perda anti miras, hal itu akan terulang dengan Perpres No. 74/2013 ini. Kapuspen Kemendagri,
Restuardy Daud, mengatakan, perpres yang baru juga tak serta-merta
memberikan pemda kebebasan tak terbatas menerbitkan perda pelarangan minuman
keras. Ia
mengatakan, “Perpres itu mengatur
pengendalian dan pengawasan dan nantinya akan sinkronisasi dengan peraturan
daerah” (Republika.co.id, 3/1/2014). Ia
menegaskan, Perpres 74/2013 tetap harus ditaati meskipun kepala daerah atau pun Dinas Perdagangan Perindustrian terkait
mempunyai regulasi tertentu.
Artinya,
Kemendagri akan “mengklarifikasi” perda-perda syariah anti miras agar tak berbenturan dengan perpres yang baru. Itu sama saja meminta (memerintahkan)
agar perda-perda syariah anti miras dibatalkan atau diubah sehingga tidak lagi
melarang miras secara total, tetapi hanya mengatur dan membatasinya yaitu melaksanakan
Perpres 74/2013 itu. Dengan itu maka kegaduhan yang terjadi sebelumnya sangat
boleh jadi akan terulang. Jika itu benar-benar terjadi, maka penyebabnya adalah
terbitnya perpres ini.
Padahal aspirasi masyarakat banyak menginginkan agar
miras yaitu khamr dilarang. Sudah banyak sekali akibat buruk yang muncul akibat
miras. Meski diklaim Perpres itu untuk melindungi masyarakat, yang terjadi justru
sebaliknya. Perpres itu ibarat membuka pintu kerusakan. Sebab khamr (miras)
adalah pintu kerusakan, induk keburukan. Nabi saw memperingatkan:
«الْخَمْرُ أُمُّ الْخَبَائِثِ وَمَنْ شَرِبَهَا لَمْ يَقْبَلِ
اللَّهُ مِنْهُ صَلاَةً أَرْبَعِينَ يَوْمًا فَإِنْ مَاتَ وَهِىَ فِى بَطْنِهِ
مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً »
“Khamr itu adalah induk
keburukan dan siapa meminumnya, Allah tidak menerima sholatnya 40 hari. Jika ia mati dan khamr itu ada
di dalam perutnya maka ia mati dengan kematian jahiliyah.” (HR ath-Thabrani, ad-Daraquthni, al-Qadha’iy)
Menurut WHO sebanyak 320.000 orang di dunia meninggal per tahun karena penyakit berkaitan dengan alkohol. Di daerah, Kapolres Kendari AKBP Anjar Wicaksana, pernah menyebutkan, penyebab kejahatan yang banyak terjadi dalam kurun
waktu Bulan Juni 2013 sekitar 80% dimulai dari konsumsi miras (baubaupos.com/16/7/2013). Sementara itu Kepala Bagian Penerangan Umum
(Kabag Penum) Polri Kombes (Pol) Agus Rianto mengemukakan, kecelakaan yang
disebabkan pengendara mengkonsumsi miras hingga pertengahan tahun 2013 ada 49
kasus, meningkat dari tahun sebelumnya (jaringnews.com/12/8/2013). Begitu pula sudah banyak
diungkap, para pelaku kejahatan biasanya menenggak khamar sebelum beraksi.
Di sisi lain, yang untung jelas para “pebisnis khamr”.
Sebab bisnis jalan terus, uang pun terus mengalir, meski sedikit terpengaruh. Negara
juga mendapat pemasukan dari cukai dan pajak mihol. Ironisnya, semua itu dengan
mengorbankan kemaslahatan masyarakat pada umumnya. Semua itu terjadi karena
yang dijadikan pegangan adalah ideologi sekuler demokrasi kapitalisme.
Demokrasi menyerahkan pembuatan hukum kepada manusia. Sementara, doktrin
ekonomi kapitalisme, menganggap khamr, sebagai barang ekonomis, selama ada
permintaan, harus dipenuhi. Maka tidak boleh dilarang, hanya diatur saja.
Islam Membabat Khamr
Berbeda dengan peraturan buatan manusia itu, dalam
Islam khamr adalah haram. Allah SWT berfirman:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ
وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (TQS al-Maidah [5]: 90)
Rasul saw. menjelaskan bahwa semua minuman yang
memabukkan merupakan khamr dan haram.
«كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ
حَرَامٌ»
“Semua yang memabukkan adalah khamr dan semua khamr adalah haram.” (HR Muslim)
Keharaman khamr itu berlaku
baik sedikit ataupun banyak.
«مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ، فَقَلِيلُهُ
حَرَامٌ»
“Apa (minuman/cairan) yang banyaknya memabukkan maka sedikitnya adalah
haram” (HR Ahmad dan
Ashhabus Sunan)
Khamar itu
haram dijual. Rasul saw. menegaskan:
«إِنَّ
الَّذِي حُرِّمَ شَرْبُهَا حُرِّمَ بَيْعُهَا»
“Sesungguhnya
apa yang diharamkan meminumnya maka diharamkan pula menjualnya.” (HR Muslim)
Selain itu, terkait Khamr ada sepuluh pihak yang
dilaknat. Dari Anas bin Malik bahwa Rasul saw bersabda:
«لَعَنَ
رَسُولُ اللَّهِ r
فِي الخَمْرِ عَشَرَةً: عَاصِرَهَا، وَمُعْتَصِرَهَا، وَشَارِبَهَا، وَحَامِلَهَا،
وَالمَحْمُولَةُ إِلَيْهِ، وَسَاقِيَهَا، وَبَائِعَهَا، وَآكِلَ ثَمَنِهَا،
وَالمُشْتَرِي لَهَا، وَالمُشْتَرَاةُ لَهُ»
“Rasulullah saw melaknat dalam hal khamr sepuluh pihak: yang memerasnya,
yang diperaskan, yang meminumnya, yang membawanya, yang dibawakan, yang
menuangkan, yang menjualnya, yang memakan harganya, yang membeli dan yang
dibelikan.” (HR at-Tirmidzi
dan Ibn Majah)
Dari semua itu, maka Islam
tegas melarang dan mengharamkan khamr. Juga melarang penjualan khamr dan
sepuluh pihak lainnya. Itu artinya, khamr dilarang beredar di masyarakat.
Dan siapa saja yang minum khamar, sedikit atau pun
banyak, jika terbukti di pengadilan, maka dalam Islam ia dijatuhi sanksi jilid
sebanyak 40 atau 80 kali. Anas menuturkan:
«كان
النبي r يَضْرِبُ فِي الخَمْرِ باِلجَرِيْدِ وَالنَّعَالِ أَرْبَعِيْنَ»
“Nabi
Muhammad saw. mendera orang yang minum khamar dengan pelepah kurma dan terompah
sebanyak empat puluh kali dera.”(HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Abu Dawud)
Ali
bin Abi Thalib juga
menuturkan:
«جَلَّدَ
رَسُوْلُ اللّهِ r أَرْبَعِيْنَ، وَأبُو بَكْرٍ أَرْبَعِيْنَ، وعُمَرُ ثَمَانِيْنَ،
وَكُلٌّ سُنَّةٌ، وهَذَا أحَبُّ إِليَّ»
“Rasulullah
saw. mencambuk (orang minum khamr) empat
puluh kali, Abu Bakar mencambuk empat puluh kali, Umar mencambuk delapan puluh
kali. Masing-masing adalah sunnah. Dan ini adalah yang lebih aku sukai.” (HR
Muslim)
Sementara
untuk pihak selain yang meminum khamr, maka sanksinya berupa sanksi ta’zir. Bentuk
dan kadar sanksi itu diserahkan kepada Khalifah atau qadhi, sesuai ketentuan
syariah. Tentu sanksi itu harus memberikan efek jera.
Wahai Kaum Muslimin
Dengan
bekal ketakwaan individu yang senantiasa dipupuk oleh negara, maka individu
akan enggan menyentuh khamr. Negara pun tidak boleh memfasilitasi baik langsung
maupun tidak langsung, terhadap peredaran khamr. Dan siapa saja yang meminum
khamr dan yang terlibat terkait khamr dijatuhi hukuman syar’i tersebut. Dengan
semua itu, Islam akan mampu membabat khamr, dan menyelamatkan orang dari
belenggu miras. Namun semua itu hanya terwujud, melalui penerapan syariah
secara kaffah di bawah naungan Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah.
Itulah kewajiban kita yang harus segera kita tunaikan. Wallâh a’lam bi
ash-shawâb.[]
Komentar:
Untuk
menutup defisit anggaran, serta membayar utang jatuh tempo, pemerintah
Indonesia berencana menerbitkan surat utang berupa surat berharga negara (SBN)
dengan nilai Rp 357,96 triliun tahun ini. Dari nilai tersebut, sebanyak Rp
205,07 triliun, digunakan untuk murni pembiayaan defisit anggaran tahun ini.
Sisanya atau Rp 152,89 triliun adalah untuk membayar utang jatuh tempo atau refinancing.
(detikfinance, 11/1/2014)
1.
Padahal hingga
November 2013, utang pemerintah Indonesia sudah mencapai Rp 2.354,54 triliun. Artinya, tiap orang dari 248,9 juta penduduk
Indonesia termasuk bayi yang baru lahir terbebani utang Rp 9,4 juta.
2.
Utang
sudah menumpuk tapi pemerintah masih gemar ngutang. Inilah prestasi negeri ini:
jago ngutang.
Post a Comment