
Indonesia, negeri kaya tapi tak henti dirundung nestapa. Nasib serupa
dialami kaum Muslim di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, dinamika politik,
ekonomi, sosial budaya, dan hankam selama 2013 menunjukkan betapa negeri ini
belum mapan dan jauh dari harapan.
Politik: Demokrasi dan
Gurita Korupsi
Tahun 2013, tahun
penting menjelang suksesi kepemimpinan. Parpol pun berancang-ancang berebut kekuasaan.
Puluhan parpol mendaftar, namun hanya 12 parpol yang berhak berebut suara di
pemilu. Hampir semuanya partai lama. Kalau pun baru, orangnya stok lama.
Di saat yang sama, tabir busuk parpol
mulai terkuak. Syahwat mengumpulkan uang dengan segala cara untuk membiayai proses
politik demokrasi tak bisa ditahan lagi. Jadilah parpol menjadi sarang para
koruptor. Wakil-wakil rakyat satu per satu dicokok oleh KPK.
Korupsi juga dilakukan oleh birokrat
di berbagai sektor. Dilakukan oleh pejabat berbagai kementerian, jenderal
polisi, kepala SKK Migas, badan yang mengurusi pengelolaan usaha hulu migas,
bahkan ketua MK.
Korupsi juga menyebar ke seantero
negeri, dilakukan oleh para kepala daerah. Kemendagri
mencatat, 309 kepala daerah terjerat kasus korupsi sejak pilkada langsung pada
2005, baik berstatus tersangka, terdakwa maupun terpidana. Dirjen Otda
Djohermansyah Djohan menilai faktor utama semua itu adalah tingginya biaya
politik selama pilkada.
Itulah
mengapa, muncul politik dinasti. Begitu ada yang berkuasa, kekuasaan terus
dipertahankan pada dinastinya. Pakar menyebutnya ‘cacat bawaan demokrasi’.
Sebab
mendasarnya adalah bobrok dan rusaknya sistem politik demokrasi. Cukuplah jadi
bukti, banyaknya pejabat politik, politisi dan kepala daerah yang merupakan
produk langsung demokrasi, ramai-ramai terjerat korupsi. Bahkan begitu rusaknya
sistem ini, siapapun yang masuk ke dalamnya, yang semula baik, akhirnya
terseret juga dan yang berusaha bertahan untuk tetap baik harus terus makan
hati, jika tidak terpental.
Ekonomi: Jago Utang, Dikuasai Asing
Hingga November
2013, utang pemerintah mencapai Rp 2.354,54 triliun, naik Rp 376,83 triliun (Rp 34,26
triliun perbulan) dari utang di akhir 2012 sebesar Rp 1.977,71 triliun.
Utang
menjadi andalan Indonesia karena kekayaan alam telah digadaikan kepada asing.
Rektor UGM Prof Pratikno mengatakan, hingga September aset negara sekitar 70-80
persen telah dikuasi oleh asing. Asing telah menguasai 50 % aset perbankan,
70-75% sektor migas dan batubara, 70% sektor telekomunikasi, bahkan 80-85%
hasil pertambangan emas dan tembaga.
Dalam
situasi seperti itu, pemerintah tak berkutik, titah asing tak bisa ditolak. Dengan
berbagai dalih dan alasan, mulai Sabtu (22/6/2013) harga BBM bersubsidi dinaikkan
pemerintah. Premium menjadi Rp 6.500 perliter dan solar Rp 5.500 perliter.
Itu terjadi di tengah
dampak krisis ekonomi yang belum pulih, membuat rakyat makin susah, dan ekonomi
negeri ini melambat. Kemiskinan pun terus tak terpecahkan. BPS mencatat, per Maret
2013 masih ada 28,7 juta orang miskin atau 11,37%. Tapi, jumlah penerima raskin
2013 sebelum kenaikan BBM ada 15,5 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS), atau 62
juta orang (asumsikan satu keluarga 4 orang). Jumlah RTS penerima BLSM malah
lebih besar lagi.
Fakta lapangan menunjukkan kemiskinan cenderung makin
kronis. Ini pula yang dirasakan Gubernur DKI Joko Widodo. Saat sidang paripurna
DPRD DKI Jakarta April 2013, Jokowi memaparkan penduduk miskin pada September
2012 berjumlah 366.770 orang (3,70 %), lebih tinggi dari angka pada September
2011 berjumlah 355.200 orang (3,64 %).
Angka pengangguran
ikut menegaskan. BPS mencatat, pengangguran terbuka ada 7,39 juta orang per
Agustus 2013 (6,25 % ), meningkat 6,14 % dari periode yang sama 2012 berjumlah 7,24
juta orang.
Belanja APBN-P 2013 sebesar Rp 1.726,19 triliun dinaikkan Rp 116,2
triliun menjadi Rp 1.842,4 triliun di APBN 2014. Ironisnya,
pengeluaran APBN lebih banyak untuk kepentingan birokrasi termasuk untuk
fasilitas dan perjalanan dinas, dan untuk bayar utang dan bunganya. Sebaliknya,
pengeluaran langsung kepada rakyat—diantaranya subsidi— terus dikurangi.
Di sisi
penerimaan dinaikkan dari Rp 1.502 triliun (APBN-P 2013) menjadi Rp. 1.667,1
triliun di APBN 2014. Penerimaan dari pajak dinaikkan dari Rp. 1.148,36 triliun
(76,5%) menjadi Rp 1.280,4 triliun (76,8%). Artinya, beban pungutan pajak atas
rakyat makin bertambah. Lagi-lagi pemerintah lebih suka menambah beban pungutan
terhadap rakyat, sementara kekayaan alam milik rakyat justru diserahkan kepada
swasta terutama asing.
Sosial Budaya: Kian Rusak dan Liberal
Tahun
2013 banyak terjadi konflik horisontal. Demokrasi yang diangankan melahirkan
tatanan masyarakat yang lebih baik ternyata sebaliknya. Masyarakat kian liberal
dan terputus jalinan persaudaraannya.
Konflik
antar anggota masyarakat terjadi hampir harian. Banyak masalah berujung pada
kekerasan dan anarkisme. Bentrok antarkampung, antarsuku, antarpreman,
antarsekolah, antarormas, antarpendukung calon kepala daerah, bahkan antargeng kerap
terjadi. Dan negara tampak tak berdaya.
Budaya
kekerasan ini berimbas kepada lahirnya manusia-manusia sadis. Kriminalitas
tumbuh sangat mengkhawatirkan. Pembunuhan makin beragam modus operandinya.
Sementara
kalangan remaja tergerus moralnya. Seks bebas menggejala. Video mesum tak hanya
dibuat kalangan dewasa, tapi remaja hingga siswa SMP. Bahkan ada pelajar SMP di Surabaya yang memucikari
kawan-kawannya sendiri.
Di sisi lain, pendidikan
gagal melahirkan generasi terbaik. Banyak koruptor justru pernah mengenyam
pendidikan tinggi. Bahkan diantaranya ada yang bergelar profesor dan doktor.
Terbukti, pendidikan yang berjalan, kering dari nilai-nilai moral dan etika,
apalagi agama. Yang terlahir justru generasi yang permisif, hedonis, materialis,
dan individualis.
Internasional: Umat Islam Teraniaya
Situasi
dunia Islam belum berubah. Bahkan di beberapa tempat makin buruk. Umat Islam
menjadi keganasan berbagai rezim. Di Suriah, lebih dari 125 ribu Muslim
dibantai oleh rezim Bashar Assad. Anehnya, dunia membiarkan pembunuhan massal
tersebut.
Di
Palestina, umat Islam masih menjadi bulan-bulanan tentara Israel. Rumah mereka
dihancurkan dan diganti permukiman Yahudi. Bahkan bagian bawah Masjid Al-Aqsha
dibuat terowongan untuk membangun tempat peribadatan kaum terlaknat itu. Umat
Islam di Gaza diblokade dari segala penjuru. Terowongan yang menghubungkan
Gaza-Mesir dihancurkan. Sementara itu, di Afghanistan umat Islam terus dijajah
oleh Amerika Serikat dan penguasanya sendiri.
Di
belahan dunia lainnya, kaum minoritas Muslim terus jadi bulan-bulanan. Muslim
di Xinjiang (Cina), Rohingya (Myanmar), dan Pattani (Thailand) berjuang untuk
membebaskan diri dari kekejaman rezim penguasa. Sementara di Barat, minoritas
Muslim sering mendapatkan perlakukan diskriminatif. Mereka semua tak bisa
berbuat banyak, kecuali bertahan dan membela diri dengan kemampuan yang ada
Menarik Ibrah
Pertama, Setiap penerapan sistem sekuler,
yakni sistem yang tidak bersumber dari Allah SWT, Pencipta manusia, kehidupan
dan alam semesta, pasti akan menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi umat
manusia. Sebab Allah SWT mengingatkan:
﴿وَلَوْ أَنَّ
أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا
عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا
فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ﴾
Jikalau
sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami limpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (TQS al-A’raf [7]: 96)
Maka semua itu semestinya
menyadarkan kita semua untuk bersegera meninggalkan semua bentuk sistem dan
ideologi kufur, terutama kapitalisme dan kembali kepada jalan yang benar, yang
diridhai oleh Allah SWT.
Kedua, dalam
kenyataannya Barat tak pernah membiarkan rakyat di negeri-negeri muslim membawa
negaranya ke arah Islam. Mereka selalu berusaha agar sistem yang diterapkan
tetaplah sistem sekuler meski dibolehkan dengan selubung Islam, dan penguasanya
tetaplah mau berkompromi dengan kepentingan Barat. Itulah yang terjadi saat ini
di negeri ini, sebagaimana tampak dari proses legislasi di parlemen dan
kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah, khususnya di bidang ekonomi
dan politik yang lebih menguntungkan kepentingan Barat. Cengkeraman Barat juga
tampak di negeri-negeri muslim yang tengah bergolak seperti di Suriah, begitu
juga di Mesir dan negeri- negeri lain di kawasan Timur Tengah. Kenyataan ini juga semestinya memberikan peringatan umat
Islam untuk tidak mudah terkooptasi oleh kepentingan penjajah. Juga peringatan
kepada penguasa dimanapun untuk menjalankan kekuasaannya dengan benar, penuh
amanah demi tegaknya kebenaran Islam, bukan demi memperturutkan nafsu serakah
kekuasaan dan kesetiaan pada negara penjajah.
Ketiga,
bila kita ingin sungguh-sungguh lepas dari berbagai persoalan yang tengah
membelit negeri ini, maka kita harus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang
amanah. Sistem yang baik hanya sistem yang berasal dari Dzat yang Maha Baik,
itulah syariah Islam. Dan pemimpin yang amanah adalah yang mau tunduk pada
sistem yang baik itu. Di sinilah esensi seruan Selamatkan Indonesia Dengan
Syariah yang gencar
diserukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia.
Keempat, Karena
itu seluruh komponen umat Islam harus bekerja sama dan berusaha sungguh-sungguh
penuh keikhlasan dan kesabaran untuk menghentikan sekularisme dan menegakkan
syariah dan khilafah. Hanya dengan sistem berdasar syariah yang dipimpin oleh
seorang khalifah, Indonesia dan juga dunia, benar-benar bisa menjadi baik.
Syariah adalah jalan satu-satunya untuk memberikan kebaikan dan kerahmatan
Islam bagi seluruh alam semesta, sedemikian sehingga kezaliman dan penjajahan
bisa dihapuskan di muka bumi. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar:
Menjelang pemilu 2014, DPR semakin
rajin mengusulkan pemekaran daerah. Setelah mengusulkan pembentukan 65 daerah
otonom baru, kini DPR kembali mengajukan usulan 22 daerah otonom baru. Dalam
tahun sidang 2013-2014, DPR telah mengusulkan 87 daerah otonom baru. (Kompas,
23/12)
1.
Padahal dari hasil evaluasi sementara Kementerian Dalam
Negeri terhadap daerah yang dimekarkan sejak diberlakukanya ketentuan
pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB), hampir 80 persen daerah pemekaran di
Indonesia dinyatakan gagal dalam menjalankan misi memakmurkan masyarakat
wilayahnya.
2.
Itu bukti, motiv pemekaran daerah lebih untuk bagi-bagi
kekuasaan dan untuk kepentingan pemilu dengan memperalat alasan untuk memajukan
daerah dan melayani serta menyejahterakan rakyat.
[www.globalmuslim.web.id]
Post a Comment