
Keputusan terkait kenaikan BBM ini seakan
mengulang sandiwara politik sidang paripurna DPR tentang kenaikan BBM pada
tahun 2012 lalu, hanya judulnya yang berbeda. Kalau tahun 2012 judulnya: BBM
naik atau Tidak, sandiwara politik kali ini judulnya: Kompensasi
kenaikan BBM untuk rakyat miskin disetujui atau tidak .
Subsidi
Bebani APBN ?
Subsidi baik BBM dan lainnya sering dikatakan jadi beban APBN
karena menyedot alokasi APBN. Padahal
istilah subsidi BBM itu masih dipertanyakan.
Benarkah Pemerintah selama ini memberikan subsidi atau sebaliknya justru rakyat
yang memberikan subsidi untuk Pemerintah dan kepentingan para kapitalis?
Besaran subdidi
BBM di APBN 2013 hanya Rp Rp193,8 triliun atau sekitar 12% dari total APBN.
Faktanya, yang membebani APBN adalah utang dan pemborosan APBN. Tahun 2013 pembayaran
bunga utang sebesar Rp. 113,2 triliun dan pokoknya Rp. 58, 4 triliun dan Surat
Utang Negara yang jatuh tempo tahun 2013 sebesar Rp. 71 triliun sehingga totalnya
Rp 241 triliun atau 21 % dari belanja APBN, padahal sebagian besar utang itu
hanya dinikmati oleh segelintir orang.
Subsidi Tak Adil ?
Kasus pemilik Toyota Alphard yang menggunakan premium mungkin dianggap mengusik rasa keadilan.
Namun, perlu diingat mereka juga memiliki kontribusi dalam membayar pajak, di mana
dalam sistem ekonomi kapitalis pendapatan negara
terbesar adalah pajak. Dalam APBN-P 2012 total penerimaan negara dari pajak
sebesar Rp 1.101 T atau sekitar 82% dari total
penerimaan APBN. Yang terbesar dari pajak tersebut adalah PPh (pajak
penghasilan) non-migas sebesar Rp 445,7 T dan PPN sebesar Rp. 355,2 T.
Iklan pemilik mobil mewah terus disiarkan berulang-ulang untuk
menunjukkan bahwa subsidi salah sasaran. Ironisnya Pemerintah tak pernah mengeluhkan
subsidi untuk para kapitalis atau perusahaan asing, mulai subsidi pajak atau
yang disebut dengan Tax Holiday, Subsidi BLBI yang besarnya Rp 144 triliun, Dana Rekapitulasi Perbankan
hampir Rp 500 triliun, penyelamatan Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun. Kasus
paling akhir adalah Bantuan Dana dari APBN-P Tahun 2012 sebesar 1,3 T untuk korban Lumpur Lapindo yang seharusnya menjadi tanggung
jawab perusahaan tetapi diambil alih/disubsidi oleh Pemerintah. Padahal Pemilik Grup Lapindo adalah salah satu dari 40
orang terkaya di Indonesia. Namun, dia justru diberi bantuan atau subsidi dari
APBN untuk kasus Lapindo sejak tahun 2007 sampai saat ini mencapai Rp 7,2 T. Ironisnya, grup perusahaan tersebut sempat menunggak atau menggelapkan pajak.
Itu semua yang menikmati adalah orang kaya,
sementara yang membayar adalah rakyat melalui APBN yang bersumber dari pajak, inikah
yang disebut adil?
Sementara
di sisi lain, banyak potensi penerimaan negara hilang karena kebijakan
Pemerintah yang lebih pro asing daripada rakyat sendiri. Misal, menurut anggota
BPH Migas, A. Qoyum Tjandranegara, potensi kerugian negara tahun 2006-2009
mencapai 410,4 T karena harga jual gas yang dijual ke Cina sangat murah, yang
itu sama artinya mensubsidi rakyat Cina. Belum lagi ditambah kerugian tak
langsung akibat PLN tidak bisa mendapat gas karena dijual ke luar negeri. PLN
harus memakai BBM yang harganya mahal sehingga PLN harus melakukan pemborosan biaya sekitar Rp 37 triliun
dalam jangka waktu 2 tahun.
BLSM dan Utang Negara
Menurut Pemerintah, hasil penghematan subsidi
BBM akan dialihkan untuk rakyat miskin salah satunya BLSM. Tapi menurut
Ichsanudin Noorsy, itu sebenarnya bohong. Terlebih lagi jumlah
penghematan yang diperoleh pemerintah dengan menaikkan BBM sebenarnya tidak
banyak, hanya sekitar Rp. 17,5 T (lihat http://www.lensaindonesia.com/2013/05/29/).
Menurut
Ichsanudin Noorsy, sebenarnya program BLSM itu dibiayai dari utang. Buktinya,
tertera di laman situs Asian Development Bank (ADB) yang menyatakan bahwa BLSM
bersumber dari utang ADB dengan nama singkatan proyek DPSP (Development
Policy Support Program). Selain itu, juga dibiayai Bank Dunia (World Bank)
dengan sumber utang dengan nama proyek DPLP tahap 3. Karena itulah tahun ini utang pemerintah
terus membengkak. Menurut data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kemenkeu,
posisi utang Pemerintah pusat (utang LN dan surat berharga) pada April 2013
telah mencapai Rp2.023,72 triliun, naik sekitar Rp433.06 triliun dari posisi
akhir 2009 sebesar Rp1.590,66 triliun. Anehnya walaupun Harga BBM
akan naik, pemerintah tetap berencana menambah utang baru Rp 390 triliun.
Begitulah,
salah satu penyebab APBN Indonesia tidak sehat sebenarnya adalah utang. Hampir
25% per tahun belanja negara untuk bayar bunga utang dan pokoknya. Indonesia
sudah masuk debt trap (jeratan utang). Misalnya, dalam APBN-P sudah ditetapkan defisit sekitar Rp 190,1 triliun
atau 2,23% dengan rencana akan ditutupi dari utang dalam negeri sebesar Rp
194,5 triliun dan utang luar negeri sebesar minus Rp 4,4 triliun (artinya total
utang LN berkurang Rp 4,4 triliun). Ternyata jumlah itu habis dan
tidak cukup untuk membayar cicilan utang. Pada tahun 2012 besarnya cicilan
utang mencapai Rp 261,1 triliun (cician pokok Rp
139 triliun dan cicilan bunga Rp 122,13 triliun). Jadi seluruh utang yang ditarik di tahun 2012 sebenarnya bukan
untuk membiayai pembangunan tetapi untuk membayar cicilan utang. Itu pun belum
cukup dan harus mengurangi alokasi APBN yang seharusnya bisa untuk membiayai
pembangunan
Kenaikan BBM : Kebijakan Rezim
Neoliberal Antek Asing
Rencana
kenaikan harga BBM, atau secara lebih luas penghapusan subsidi, tidak lain adalah
amanat liberalisasi dalam Memorandum
of Economic and Financial Policies (LoI IMF, Januari 2000). Juga perintah
Bank Dunia dengan menjadikannya syarat pemberian utang seperti tercantum di
dalam dokumen Indonesia Country Assistance
Strategy (World Bank,
2001). Itulah sebenarnya alasan mendasar semua program pengurangan subsidi,
termasuk pengurangan subsidi energi (BBM dan listrik). Juga tertuang dalam
dokumen program USAID, TITLE AND NUMBER: Energy Sector Governance Strengthened,
497-013 yang menyebutkan: “Tujuan strategis ini akan menguatkan pengaturan
sektor energi untuk membantu membuat sektor energi lebih efisien dan
transparan, dengan jalan meminimalkan peran pemerintah sebagai regulator,
mengurangi subsidi, mempromosikan keterlibatan sektor swasta…”
Karena
itu, pengurangan subsidi bahkan sampai penghapusan subsidi bagi pemerintah
dianggap sebuah amanat bahkan kewajiban yang harus dipenuhi, meski harus
memberatkan rakyat. Untuk itu di dalam Blue Print Pengembangan Energi Nasional 2006-2025
Kementerian ESDM dinyatakan: Program utama (1) Rasionalisasi harga BBM (dengan
alternatif) melakukan penyesuaian harga BBM dengan harga internasional.
Artinya, pencabutan subsidi BBM.
Meski
berbagai alasan dikemukakan Pemerintah, namun yang pasti, kenaikan harga BBM
yang terus didesakkan sejak lama hingga sekarang ini jelas akan sangat
menguntungkan swasta khususnya asing. Sejak awal sudah dikemukakan oleh menteri
ESDM kala itu Purnomo Yusgiantoro, bahwa kenaikan harga BBM memang untuk
membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran
migas (lihat, Kompas,14
Mei 2003). Selama ini beberapa SPBU non Pertamina sepi pembeli dan mereka
mengalami kerugian besar, bahkan sebagian sudah tutup. Inilah alasan sebenarnya
Pemerintah menaikkan harga BBM yaitu untuk mengikuti keinginan para kapitalis
sebagaimana yang terungkap dalam dokumen World Bank: “ Utang-utang untuk
reformasi kebijakan memang merekomendasikan sejumlah langkah seperti
privatisasi dan pengurangan subsidi yang diharapkan dapat meningkatkan
efisiensi belanja publik…Banyak subsidi, khususnya pada BBM, cenderung regresif
dan merugikan orang miskin ketika subsidi tersebut jatuh ke tangan orang kaya.
Kenaikan
BBM saat ini, sebenarnya hanya membuktikan bahwa Rezim saat ini adalah rezim
Neoliberal dan antek asing karena kenaikan Harga BBM adalah amanat asing yang
dilegalkan melalui UU Migas yang disahkan oleh DPR, di setujui oleh Mahkamah
Konstitusi dan dilaksanakan oleh Pemerintah. Perbedaan pendapat mereka selama
ini hanya sandiwara politik untuk menipu dan membohongi rakyat.
Campakkan Rezim dan
Sistem Neoliberal, Tegakkan Syariah dan Khilafah.
Wahai kaum muslimin,
belum cukupkah kezaliman sistem kapitalis yang diterapkan oleh rezim neoliberal
terhadap kita ? Masih perlukah Sistem dan Rezim Neoliberal ini kita biarkan
terus menimpa kita? Tentu saja tidak. Karena itu mari satukan upaya baik tenaga,
pikiran maupun harta untuk mengakhiri sistem dan rezim neoliberal ini. Sebagai
gantinya kita segera terapkan syariah Islam secara total termasuk pengelolaan migas
dan SDA lainnya. Jalannya hanya satu, melalui penerapan syariah Islam secara
kaffah dalam bingkai Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwah. Saat itulah SDA
dan migas akan jadi berkah yang menyejahterakan seluruh rakyat dan umat
manusia. Ingatlah Janji dan peringatan Allah SWT:
﴿ وَلَوْ
أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ
مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا
يَكْسِبُونَ ﴾
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya. (TQS al-A`raf [7]: 96)
Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.[]
Komentar:
Dirjen Otda
Kemendagri Djohermansyah Djohan menjelaskan, penyelenggaraan pilkada langsung
sejak tahun 2005 diwarnai berbagai aksi kekerasan, yang menewaskan 59 orang dan
melukai 230 orang lainnya. Kekerasan dalam pilkada itu juga juga menimbulkan
kerusakan pada 279 rumah tinggal, 30 kantor pemda, 11 kantor parpol, 10 kantor
KPU dan kerusakan berbagai bangunan lainnya. “Belakangan obyek perusakan dalam
kerusuhan terkait pilkada semakin beragam seperti pembakaran pertokoan di Kota
Palembang” kata Djohermansyah. (Kompas, 10/6)
1. Sudah begitu, hasilnya para pemimpin yang
korup, lebih melayani kepentingan pemilik modal dan asing, dan sebaliknya
mengabaikan kepentingan rakyat.
2.
Itu bukan
hanya karena kesalahan orang, namun itu hanyalah tambahan bukti kerusak dan
kebobrokan demokrasi. Saatnya segera dicampakkan.
3. Politik, politisi dan pemimpin yang baik,
peduli dan senantiasa mengutamakan kepentingan rakyat hanya bisa diwujudkan
dengan sistem politik yang baik yaitu sistem politik Islam yaitu Khilafah
islamiyah yang menerapkan syariah Islam secara totalitas. Saatnya segera kita
terapkan.
[www.globalmuslim.web.id]
Post a Comment