“Film-film berbau SARA dan bernuansa
menyudutkan Islam saat ini makin banyak dan tak terbendung lho,
masyarakat butuh TV sehat saat ini, “ demikian ujar Fadira Idris kepada hidayatullah., Rabu (17/04/2013).
“Gimana kita diminta meningkatkan kerukunan beragama, jika semua tayangan dirasakan kaum Muslim amat menyudutkan?” tambahnya.
Seperti
diketahui, hari Senin, (15/04/2013), Pembina Masyarakat TV Sehat
Indonesia Fahira Idris telah mengunjungi KPI guna mengadukan berbagai
tayangan TV yang dinilai cukup meresahkan kaum Muslim Indonesia.
Fahira
membawa data beberapa sinetron yang inten telah ditelitik pihak tim
nya. Di antaranya; tayangan sinetron Haji Medit (SCTV), Islam KTP
(RCTI), Tukang Bubur Naik Haji (RCTI), dan Ustadz Foto Kopi (SCTV).
Menurutnya,
tayangan-tayangan sinetron tersebut telah merendahkan simbol umat
Islam dengan menempatkan Islam sebagai 'tersangka' kejelekan (Sine
SARA).
Fahira mengatakan tayangan-tayangan sinetron tersebut menggunakan
judul dengan terminologi Islam, tapi isi dan jalan ceritanya jauh dari
perilaku islami. Bahkan, tidak jarang dalam tayangan tersebut, karakter
ustaz dan haji, yang merupakan tokoh panutan di tengah-tengah masyarakat
melakukan tindakan di luar kepatutan, digambarkan suka mencela, iri,
dengki, dan sama sekali tidak ada pesan Islam di dalamnya.
"Tayangan
sinetron-sinetron tersebut telah memunculkan persepsi buruk tentang
tokoh panutan dalam agama Islam. Jelas hal ini sangat meresahkan
masyarakat," kata Fahira.
Untuk itu, masyarakat yang tergabung
dalam Masyarakat TV Sehat Indonesia, mendesak agar KPI menghentikan
tayangan-tayangan sinetron di atas. Selain itu, Masyarakat TV Sehat
Indonesia juga mengajak aktor dan artis untuk lebih selektif dalam
memilih peran sehingga tidak menimbulkan kegelisahan, bahkan kontroversi
di tengah-tengah masyarakat.
Kewenangan luas KPI
Masyarakat
TV Sehat Indonesia juga meminta agar pemerintah memberi kewenangan yang
lebih kepada KPI. Sebab menurutnya, saat ini, kewenangan KPI baru
sebatas menegur dan memberi peringatan keras kepada stasiun TV yang
menayangkan tayangan bermasalah.
Fahira Idris juga berjanji akan
mengawal Revisi UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 agar KPI mampu menjadi
macan yang bergigi sehingga punya senjata yang lebih kuat dalam
memerangi sinetron Sine SARA.
“Bagaimana KPI bisa perang, jika
dia jika senjatanya hanya peniti, sementara lawannya menggunakan senjata
lebih canggih. Ya harus sama-sama kuat dong.”
Lebih lanjut, ia
juga menghimbau pihak TV tidak hanya menurut hasil riset yang hanya
mengandalkan jumlah penonton, namun mengabaikan kualitas tayangan.
Menurutnya,
sungguh tidak masuk akal media TV hanya menuruti hasil riset meski
dalam tayangannya menyinggung dan bertentangan dengan perasaan banyak
orang.
Menurutnya, banyak kisah menarik dan positif yang bisa
diangkat menjadi cerita TV, tapi anehnya justru mengapa lebih suka
mengangkat yang negatifnya?
“Jangankan kaum Muslim, apa reaksi
kalangan Kristen jika TV mengangkat kisah Pastur hobi mabuk atau Biksu
tapi pencopet, kira-kira marah gak yang beragama Kristen dan Hindu?,”
ujarnya.*
Post a Comment