Saya rasa perdebatan itu akan selalu ada bila standar yang digunakan adalah sudut pandang manusia. Tentu tiap kepala memiliki pendapat mereka masing-masing, kepentingan masing-masing dan mempertimbangkan manfaat atau dampak apa yang akan diperoleh nantinya. Begitulah hukum buatan manusia sudah pasti akan menuai perdebatan. Keterbatasan akal manusia sebagai seorang makhluk yang pasti tidak akan mampu menentukan aturan yang membawa kepada kemaslahatan kehidupannya secara hakiki.
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik “(QS. Al-An’am: 57)
Sejatinya manusia yaitu kaum muslim diperintahkan oleh Allah untuk terikat dengan hukum syara. Standar baik-buruk, boleh-tidak, atau halal-harom itu jelas hanya dari Islam bukan dari hukum buatan manusia. Jika aturan tersebut itu sesuai dengan Aqidah dan Hukum Islam maka tidak ada alasan untuk menolaknya. Begitulah Demokrasi akan senantiasa berusaha memakzulkan aturan Islam dalam kehidupan karena asas demokrasi adalah sekularisme yaitu pemisahan antara kehidupan dengan agama. Sehingga manusia dipaksa dan dituntut untuk menggunakan aturan-aturan yang dibuat oleh manusia dan tidak boleh menggunakan aturan yang jelas sudah ada atau bahkan tidak diperkenankan merujuk pada Al-Quran dan Al Hadist. Padahal di dalamnya telah jelas terperinci aturan mengenai perzinahan, dan ilmu hitam jadi tidak perlu studi banding repot-repot ke luar negri bukan?
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Hukum mana yang lebih baik daripada hukum Allah?” (QS. Al Maidah: 50)
Yasyirah
Mahasiswi Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Post a Comment